Senin, 15 Agustus 2016

KELUASAN ILMU, AKHLAK, DAN BUDI PEKERTI DI NEGERI SERIBU SATU WALI, TARIM, HADRAMAUT, YAMAN. (oleh Adda’i Ilallah Al Habib Munzir bin Fuad Al Musawa)






Berikut adalah contoh kisah tentang keluasan ilmu yang ada di kota Tarim Hadramaut sehingga wilayah itu disebut dengan kota Ulama’, dan hal ini menimbulkan banyak orang yang penasaran dan ingin membuktikan kebenarannya..
Maka suatu waktu di zaman Al Imam Abdullah Al Haddad datanglah seorang alim asal Baghdad dan ia mulai menuju kota Tarim, dan setelah ia mulai memasuki beberapa langkah di kota Tarim, tiba-tiba itu ketumpahan air dari atas kepalanya yang ternyata seorang ibu yang tanpa sengaja membuang air dari rumahnya yang bertingkat tinggi, maka orang alim asal Baghdad itu berkata: “Wahai Ibu, air yang engkau tumpahkan ini apakah air najis atau air suci?”, maka si ibu menjawab : “air itu menjadi najis sebab pertanyaanmu?”.
Orang itu pun bingung, mengapa demikian?,…… iya karena hukum asal air adalah suci dan tidak najis jika tidak berubah salah satu dari 3 sifatnya, maka air itu adalah suci jika tidak diketahui adanya penyebab yang menjadikan air itu najis yaitu berubahnya 3 sifat air, namun karena orang tersebut bertanya dan ingin mengetahuinya maka air itu menjadi najis karena memang air itu adalah air najis, seandainya orang tersebut tidak bertanya maka hukum air itu tidak najis baginya, karena tidak tampak baginya perubahan salah satu dari 3 sifat air dan tidak ada orang yang memberitahunya bahwa air tersebut adalah najis,

subhanallah ia baru tiba di pintu gerbang Tarim namun ia telah menemukan hal yang menunjukkan bahwa Tarim adalah Kota ilmu, ia baru bertemu dengan seorang wanita dan belum lagi bertemu dengan para Ulama’nya. Dan Ulama’ di kota Tarim sangat rendah hati, disana kita akan menemukan kerendahan hati dalam tingkah laku dan budi pekerti mereka, sehingga saya belum menemukan ulama’ yang mengamalkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, penuh dengan perjuangan dan semangat yang besar, namun pastinya tidak hanya di Tarim saja tentunya di tempat-tempat lain juga banyak Ulama’ seperti mereka.
saat saya ke Tarim hadramaut yaman, (1994-1998), saya duduk hadir disuatu majelis yg penuh sarat dengan para ulama kelas satu, disana ada empat mufti, saya tidak mengenal mereka karena baru datang dari indonesia, karena halaqah sudah penuh padat, saya duduk dipaling belakang, disebelah saya orang orang yg menyiapkan kopi dan suguhan untuk para hadirin, disebelah mereka duduk seorang sepuh bertampang biasa saja, saya mencium tangannya bukan karena apa apa, tapi karena ia sudah sepuh, dan hati saya membatin, bahwa dia ini bukan ulama apa apa, cuma sepuh saja, kalau dia ulama mestilah ia duduk dishaf depan atau terdepan, bukan duduk disebelah tukang pembagi kopi dg gelas gelas yg ribut dan air bertumpahan kemana mana. selepas majelis bubar, semua orang berdesakan menyalaminya, termasuk ulama ulama sepuh yg dishaf terdepan, saya bingung dan bertanya tanya, inikan cuma orang sepuh yg duduk dipaling belakang, ternyata ia adalah Almarhum Syeikh Fadhl ba fadhl, pimpinan majelis para mufti di Tarim hadramaut, ia pimpinan mufti, namun karena tawadhu dan rendah dirinya, ia tidak mau maju kedepan karena datang terlambat, saya jadi sangat malu..
Salah satu dari guru saya, Al Habib Ali Al Masyhur bin Hafizh beliau adalah mufti Tarim dan kakak guru mulia kita Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh. Dimana ketika itu masih zaman perang maka sangat sulit untuk kita mendapatkan kendaraan, sehingga beliaulah yang datang kepada kita dengan kendaraannya untuk mengajar kita. Ketika itu bulan Ramadhan, dimana kebiasaan orang-orang disini mereka pada pulang kampung, namun di Tarim pada bulan Ramadhan majelis ta’lim terus berjalan, bahkan di sore hari Idul Fitri atau Idul Adha mereka tetap mengadakan ta’lim. Kemudian Al Habib Ali Al Masyhur menentukan akan diadakan ta’lim di bulan Ramadhan setiap jam 11.00 siang 12.30 yang kebetulan waktu zhuhur ketika itu adalah jam 01.00 siang dan di waktu itu panas matahari sangat terik yang panasnya bisa mencapai 45 Celcius, sehingga jika telur mentah dipendam di dalam tanah maka setelah 10 menit telur itu menjadi matang, disana ketika menjemur pakaian pun tidak berlalu waktu lama pakaian telah kering, sangat berbeda dengan tempat kita yang terkadang menjemur pakaian hingga 2 hari belum juga kering karena cuaca mendung. Maka disaat itu Al Habib Ali Al Masyhur karena beliau memiliki mobil pribadi maka beliau yang datang ke tempat kita para santri, bukan justru kita yang datang ke tempat beliau. Di suatu hari kita para santri telah berkumpul menunggu kedatangan beliau namun hingga jam 12.00 beliau belum juga datang, yang akhirnya pada jam 12.30 beliau datang, dengan wajah yang memerah dan penuh keringat beliau berkata : “Maafkan saya, maafkan saya karena mobil saya rusak sehingga saya harus berjalan kaki”, …..

subhanallah. …….Beliau datang bukanlah untuk belajar akan tetapi untuk mengajar, namun beliau rela berjalan kaki dengan jarak kurang lebih 2 Km dan usia beliau yang sudah terbilang tua, padahal beliau bisa saja menghubungi kami dan meminta supaya santri saja yang datang ke tempat beliau sebab mobil beliau rusak, atau untuk saat itu ta’lim diliburkan dulu atau yang lainnya. Namun beliau tidak melakukan hal tersebut, demikian indahnya akhlak guru-guru kita para ahlul ilm, yang sanad keguruan kita juga bersambung kepada mereka. Ilmu adalah cahaya yang mana cahaya itu tampak dari ahli ilmu itu sendiri.

Berikut video kota tarim :

                                                       
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

life is so beautiful

Diberdayakan oleh Blogger.